RSS

kado terakhir
Malam sunyi, bintang-bintang penuh harap, rembulan cerah pantulkan cahaya malam. termenung aku di bibir jendela, merasakan dinginnya malam. kulihat jalanan, sepi, hanya sekali dua kendaraan diizinkan lewat. Pukul 10.00 malam, aku tak beranjak tidur.
Aku termenung sejenak, bernafas dalam-dalam, perlahan ku hembuskan. dari mana uang hendak aku peroleh untuk membeli kado buat ayah. Mencoba mencari solusi yangtepat, hembus angin semakin kencang, menembus pakaian, hingga bulu kuduk ini berdiri. Jemari ini kuat menggenggam bantal, meremas lembut, tapi belum juga terjawab. Ide cemerlang, kain flanel dan mutee.
Uang jajanku pas-pasan, kubelikan selenbar kain flanel dan tiga bungkus mutee. Bermodalkan jarum dan benang kurajut mutee tepat di permukaan kain flanel. gambar penuh imajinasi, kurangkai mutee dengan penuh kasih cinta, kupandang kain flanel dengan penuh rasa.
Waktu luang, kumulai merangkai mutee barang hanya sedikit, kupandangi lagi, sesekali kuusap, kusentuh dengan lenbut. Kulakukan semua untuk kado pertama ayah.
matahari tenggelam, hari mulai gelap, selaras dengan suara adzan magribyang lantang, menyeru kami untuk segera pergi sholat. Waktu menggembirakan bagi"shoim", suasana berbuka masih kental di bulan romadhon ini. Kusayang tangan ibu, kukecup kedua pipinya, bergantian. Kusayang tangan ayah , kucium kedua pipinya, bergantian, kupeluk erat perut gendutnya, tanyaku polos"ayah, kalau ayah ulang tahun ayah mau dikasih apa?""ayah pengen punya anak sholeh dan sholehah, sayaaang..,"jawabnya mantap. "tapi ayah janji ya kalau Himma sudah besar kelas enam ayah enggak boleh ngrokok lagi?""iyaa, apasih yang enggak buat Himma, ayah akan berusaha."rayunya meyakinkan.
Kini sudah larut malam, motee-motee ini tak kunjung usai, banyak waktu terbuang, hanya untuk bermain. Mulai skarang tak boleh buang-buang waktu. kukepalkan tangan, berjanji pada diri sendiri.
Makanan habis, cepat sekali, disantap oleh para perakus, kami tertawa. Berbondong kami berjalan menuju masjid, melaksanakan sholat. Cihuiii makan enak nie, walau dengan daging kedele,tapi bila bersama-sama dan perut lapar langsung sikat abiis deech,,..?" Kataku spontan saat melihat mereka makan dengan tempe. "hahahahaaaaa,.." Tawa mereka menggemparkan suasana masjid.
kelas lima, level pendidikanku di SD. Masih suka bermain, suka bercanda, tertawa lepas bahkan sering lupa jam. Sore, kampung Kauman ramai, di langit-langit kampung, terdengar tawa lepas kami bari kejauhan, berlari, mengumpet. Saat kami asyik bermain, ayah datang "Himma, Yusuf ayo pulang, ini sudah jam berapa?!"teriaknya lantang, gaya polisi lalu lintas, tangan diacungkan lalu mengomel melihat anak-anak brandal ugal-ugalan nai montor.
memerah paha ini, kena cubit ayah, bervolume besar, dan bekas tabokan ayah padaku dan adik. kami nakal , kami curang , kami bandel, itu benar, tapi kami sayang ayah. terdianm kami dihadapan ayah, merah matanya saat memarahi kami, aku tahu itu, rasa tidak tega ayah. meneteslah air mata kami, menahan sakit paha ini. Suara ayah merendah, dipeluknya kami erat-erat, seakan tak ingin kehilangan barang berharganya.
Detik-detik idul fitri sangat terasa. tak sia-sia, ayah rajin membaca al-qur'an setiap malam daripada menonton tv, ayah merasa kemenangan di tangannya, kebahagiaan ayah kebahagiaan kami pula. Sholat idul fitri selesai bersamaan dengan mutee ku yang semakin sempurna. Beberapa hari lagi ayah ulang tahun,,.. sempunalah mutee buatanku. Seusai bermaaf-maafan di keluarga ibu, kami juga pergi ke keluarga dari ayah.
Tanggal sepuluh oktober 2007, kuhadiahkan motee buatanku untuk ayah. "ayah aku beri sesuatu untuk ayah,?"kataku menggoda"apa itu Himma,?"ayah tak mau kalah. "ini buatan aku lho ayah,,..?"ku berikan kain flanel itu. Dibukanya kantong bermotif jaring itu perlahan. "Wah indah sekali Himma, ayah bangga sama kamu sayang,.."kecupan manis, dan erat pelukan itu penuh kasih, kupeluk ayah erat-erat, membalas pelukannya.
 hari-hari berlalu begitu tak terasa. Kaki ayah kambuh, asam murat, kaku rasanya. akibat kebanyakan makan ayam kata ibu 15 oktober, ayah masuk rumah sakit ,dekat kampung. Rawat inap, rasarindu selalu muncul. tiap pulang sekolah aku langsung menuju ke kamar inap ayah. kucium pipi kirinya setiap kali datang dan pulang, aku tak boleh menginap , kata ibu, sakit gula bisa diobati dengan buah taloh, bulat merah jika sudah matang, sebesar kelereng kira-kira.
sore itu kusempatkan mencari buah talok, buah segar langsung aku order ke kamar inap, ayah masih terbaring, sekarang lebih banyak selang membalut tubuh ayah. sebenarnya aku ingin sekali menginap malam ini, tapi tetap saja ibu tak izinkan aku. akAkhirnya aku pulang bersama rombongan yang datang menjenguk ayah tadi sore. tidurku tak nyenyak, hanya ber-3 dirumah, aku Yusuf ,dan rahma. malam semakin larut, mataku setengah terpejam, masuk kedalam alam bawah sadarku. nyenyak tidurku membuat aku susah dibangunkan berkali-kali aku dibangunkan tetangga, membuat mereka sibuk. kedua adikku sudah diungsikan, tinggal diriku dikamar. Ibu datang, sekali bangun badanku ditarik hingga berdiri tegap, kupandang mata ibu memerah dan air mata menetes dengan bebas. sesaat ruangan senyap, sepi, hanya wajah ibu yang sembab yang kudapati. "Himma ayah pergi,,..?!" satu kata dan satu makna, air mata ini mengalir deras, membasahi pipiku. peluk erat ibu menenangkanku sejenak. langit-langit kamar penuh suara isak tangis yang semakin menyesakan dada. mungkin ini menjadi kado pertama dan terakhir ayah dariku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tadabur Alam
Sungguh kebesaran Illahi…pengalaman yang satu ini sangat mengesankan membuatku selalu mengucap namaMu disetiap detik langkahku. Jalam yang berpola miring membuat tubuh ini semakin tertantang untuk melanjutkan perjalanan bakti. Jalanan yang berpola menurunpun tak henti membuat lisan ini mengucap syukur. Sawah hijau nan lapang selalu membuatku terharu akan kebesaranMu ya Allah. Tak lepas pemandangan yang memenuhi seluruh mata memandang, Waduk Sermo dengan berliter-liter air yang ada didalam wadahnya.
    Melepas semua penat setelah beberapa jam berjalan, capek yang kurasa adalah jerih payang yang telah ku lewati, peluh ini hingga menetes tanda aku telah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya hanya karna sepasang tali sepatu saja, aku hingga di permainkan di tengah lapangan, menjadi bahan tontonan. Kami dihakimi oleh para senior, bak mapi yang begitu banyak kesalahan yang digali dari diri kami. Beratapkan langit beralaskan bumi kami berpijak dengan ke-2 kaki yang menopang seluruh beban badan kami. Selama berjam-jam pula kami di beri pengarahan hingga kami merasa tak berdaya.
    Esok nan cerah dengan goyangan para peserta maha bakti yang mengocok perut membuat kami lupa akan kejadian malam tadi. Tenda kami bak istana megah dengan peralatan masak yang super mewah “gor sothel, soblok lam panci..,,”  hatiku berkata lirih, akhirnya tibalah saat-saat meng khawatirkan yaitu disaat kami makan dengan beralaskan wajan.
    Lomba-lomba yang penuh kreatifitas membuatku tertantang untuk menonton hanya menonton payaaah. Tapi apa daya tiap-tiap kelompok harus mengirimkan pasukannya yang sudah memiliki senjata andalan “nyali pun mulai menciut membuat badan ini serasa terkalahkan oleh lawan sebelum bertanding”
     Hari-hari pun terasa sangat menyenangkan dengan berjuta pengalaman mengasyikan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS